PRINSIP DASAR FOTOKIMIA
1. Ruang
Lingkup Fotokimia
Konsep interaksi sinar dengan materi berkembang
sejak ditemukan konsep kuantisasi energi. Dalam fotokimia akan lebih difokuskan
pada pembahasan tentang perubahan kimia yang dihasilkan sebagai akibat absorpsi
cahaya. Proses seperti fluoresensi (dimana sinar diemisikan dari suatu
molekul), atau khemiluminesensi (dimana sinar diemisian sebagai hasil reaksi
kimia) dapat dianggap sebagai suatu proses fotokimia.
2. Cahaya dan energi
Planck mengembangkan teori radiasi benda hitam atas dasar postulat bahwa:
radiasi memiliki sifat partikel, atau foton, yang mempunyai energi
sebanding dengan frekuensinya, yaitu:
E = hν..............pers 2
Keterangan: E
= energi radiasi
ν = frekuensi
λ = panjang gelombang
h = tetapan Planck = 6,63 x 10-34 J.s
Teori kuantum radiasi Planck
kemudian digunakan oleh Albert Einstein untuk menginterpretasi efek
fotolistrik. Selanjutnya pada awal abad ke-19, Grotthus dan Draper merumuskan
hukum fotokimia, yang menyatakan bahwa: hanya sinar yang diserap oleh
molekul yang menghasilkan perubahan kimia dalam molekul. Perkembangan teori
kuantum menghasilkan suatu realisasi bahwa radiasi diserap hanya dalam
energi-energi tertentu atau energi diskrit/paket energi. Stark dan Einstein
kemudian mengusulkan bahwa satu, dan hanya satu, foton yang diserap oleh
partikel tunggal untuk menyebabkan reaksi fotokimianya. Akan tetapi berbagai
proses dapat terjadi setelah mlekul tereksitasi karena mengabsorpsi radiasi.
Selanjutnya Einstein-Stark menyatakan bahwa Jika suatu spesies
menyerap radiasi, maka satu partikel tereksitasi untuk setiap kuantum radiasi
yang diserap. Hukum ini merupakan hukum dasar fotokimia.
Seperti diketahui bahwa energi eksitasi dari masing-masing partikel yang
mengabsorpsi radiasi adalah sama seperti energi kuantum yang diberikan oleh
Planck (pers. 1). Energi eksitasi per mol diperoleh dengan mengalikan energi
eksitasi molekul dengan bilangan Avogadro, N. Jadi:
E = Nhν ............pers.2
Percobaan....fotokimia
Fotokimia Reduksi Ion Besi (III)
TINJAUAN PUSTAKA....
Salah satu cara untuk memulai reaksi adalah dengan
absorpsi sinar. Sejumlah reaksi baik reaksi rantai maupun bukan reaksi rantai
dapat dimulai dengan absorpsi foton. Proses fotokimia merupakan suatu proses
yang sangat penting mengingat bahwa kehidupan di Bumi dimulai dengan
pemanfaatan tenaga matahari (Tryono, 1994 : 106).
Fotokimia dari ilmu kimia yang mempelajari interaksi
antara atom, molekul kecil, dan cahaya (atau radiasi elektromagnetik).
Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, fotokimia menggunakan sistem satuan SI atau
metrik. Unit dan konstanta yang sering dipegunakan antara lain adalah meter,
detik, herzt, jaoule, mol, konstanta gas R, serta konstanta Baltzmann (Anonim,
2010).
Banyak reaksi dapat didefinisikan dengan absorpsi
sinar, yang paling penting adalah proses fotokimia yang menagkap energi
pancaran matahari. Beberapa reaksi ini menyebabkan pemanasan atmosfer pada
siang hari, karena absorpsi dalam daerah ultra ungu. Reaksi lainnya , meliputi
absorpsi sinar merah dan biru olrh klorofil dan penggunaan berikutnya dari
energi, untuk menghasilkan sintesis karbohidrat dari karbon dioksida dan air.
Tanpa fotokimia, dunia ini hanya akan merupakan batuan steril yang hangat
(Atkins, 1997 : 372).
Besi merupakan jenis logam yang kelimpahannya di alam
nomor dua setelah aluminium. Sebagian besar besi berada dalam bentuk hematite
Fe2O4, dan siderite FeCO3. Logam besi mudah larut dalam asam-asam mineral
encer. Dengan asam basa non oksidator akan larut menjadi ion besi (II)
sedangkan jika udara atau digunakan asam-asam oksidator akan dihasilkan besi
(III), (Tim Dosen Kimia Anorganik, 2010. :13).
Dimulai dengan unsur ini, tidak terdapat tingkat
oksidasi yang sama dengan jumlah total elektron valensi, yang dalam kasus ini
adalah 8. Tingkat oksidasi tertinggi adala VI dan jarang dijumpai. Bahkan
tingkat oksidasi tri valensi yang menonjol pentingnya pada kromium, sekarang
turun menjadi tingkat divalensi (Cotton, 1989 : 462).
Besi murni cukup reaktif dalam udara lembab cepat
teroksidasi memberikan besi (III) oksidasi hidrat (karat) yang tidak sanggup
melindungi karena zat ini hancur dan membiarkan permukaan logam yang baru
terbuka. Besi yang sangat halus bersifat pirofor (Cotton, 1989 : 462).
Besi yang murni adalah logam yang berwarna putih perak
yang kukuh dan liat. Ia melebur pada 1535 oC. Jarang terdapat besi komersial
yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, dan
sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan
penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnetkan. Asam klorida
encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan
garam-garam besi (II) dan gas hidrogen.
Fe2+ + H2 èFe + 2H+
Fe2+ + 2Cl- +
H2èFe + 2HCL
Asam sulfat pekat yang panas, menghasilkan ion-ion
besi (III) dan belerang dioksida :
2Fe3+ + 3SO2 +
6H2Oè2Fe + 3H2SO4
+ 6H+
Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi
(II) dan amonia :
4Fe2+ + NH4+ +
3H2Oè4Fe + 10H+ +
NO3-
Asam nitrat pekat, dingin, membuat besi menjadi pasif
; dalam keadaan ini dia tidak bereaksi dengan asam nitrat encer dan tak pula
mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga. Asam nitrat 1 + 1 atau
asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen
oksida dan ion besi (III)
Fe3+ + NO +
2H2OèFe + HNO3 +
3H+
(Svehla, 1990 : 256).
Ion besi (III) berukuran relatif kecil dengan rapatan
muatan 349 C mm-3 untuk low spin dan 232 C mm-3 untuk high spin, hingga
mempunyai daya mempolarisasi yang cukup untuk menghasilkan ikatan berkarakter
kovalen (Sugiyarto, 2003 :242).
Larutan kalium heksasianoferrat (II) : endapan biru
tua besi (III) heksasianoferrat (biru prusia)
Fe4[Fe(CN)6]3è4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4-
Endapan tak larut dalam asam encer, tetapi terurai
dalam asam encer, tetapi terurai dalam asam klorida pekat. Reagensia yang
sangat berlebihan melarutkannya sebagian atau seluruhnya. Pada mana diperoleh
larutan yang berwarna biru tua (Svehla, 1990 : 262).
D. Alat dan Bahan
a) Alat
1. Lempeng kaca 2 buah
2. Penjepit kaca 2 buah
3. Pinset 1 buah
4. Gelas kimia 500 mL 1 buah
5. Piring 3 buah
6. Pengaduk 1 buah
7. Gelas ukur 10 mL 1 buah
8. Gelas ukur 50 mL 1 buah
9. Ruang gelap
10. Pipet tetes
11. Botol semprot 1 buah
b) Bahan
1. Besi (III) klorida (FeCl3) 0,5 M
2. Diamonium hidrofosfat ((NH4)2HPO4) 0,5 M
3. Asam oksalat (H2C2O4) 0,5 M
4. Kertas Kalkir
5. Kertas saring
6. Tinta cina
7. Larutan ion heksasianoferrat (III) 0,1 M
[Fe(CN)6]3-
8. Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,03 M
9. Asam klorida (HCl) 0,1 M
10. Aquadest (H3O+)
11. Lidi
E. Prosedur Kerja
1. Membuat campuran 50 mL besi (III) klorida 0,5 M
dengan 10 mL larutan diamonium hidrofosfat dalam beker gelas 500 mL.
2. Menyimpan larutan dalam ruang gelap
3. Menambahkan 50 mL asam oksalat ke dalam larutan
yang ada dalam lemari
4. Mengaduk larutan dalam ruang gelap. Menutup dan
membuka lemari hanya pada saat yang diperlukan
5. Mengambil 3 helai kertas kalkir dan mencelupkannya
ke dalam larutan yang ada dalam lemari
6. Mengupayakan agar semua kertas tercelup larutan
tetapi tidak merusak kertas
7. Mengeluarkan kertas tersebut dan meletakkan di
antara dua kertas saring selama 10 menit sampai kertas tersebut kering. Langkah
ini masih dalam ruang gelap. Setelah kering, kertas ini digunakan sebagai
kertas peka.
8. Membuat objek dalam kertas kalkir yang ditulis
dengan tinta cina
9. Meletakkan objek di atas kertas peka dengan posisi
a. Tulisan menghadap kertas peka
b. Tulisan membelakangi kertas peka (menghadap kaca)
c. Tulisan dikeringkan dan menghadap kertas peka
10. Menjepit kertas dengan dua keeping kaca kemudian
menjemur di bawah sinar
11. Mengambil kertas peka yang telah disinari kemudian
mencelupkan ke dalam larutan ion heksasianoferrat (III) 0,1 M dalam beker
gelas/piring
12. Mengeluarkan kertas dan mencelupkannya ke dalam
larutan kalium dikromat encer
13. Mencuci kertas dengan HCl dan selanjutnya dengan
air keran
14. Mengeringkan kertas maka akan diperoleh cetakan
berwarna biru.
F. Hasil Pengamatan
50 mL FeCl3 + 10 mL (NH4)2HPO4 disimpan dalam ruang
gelap larutan berwarna kuning + H2C2O4 dalam ruang gelap larutan berwarna
jingga kekuningan
a) Perlakuan 1
kertas kalkir
dikeringkan di antara dua kertas saring kertas pekaè Kertas kalkir dicelup ke dalam
larutan ü
kertas objek
diletakkan diè Kertas
Objek ditulisi dengan tinta cina ü atas kertas peka dengan posisi
tulisan menghadap kertas peka dijepit èdengan lempeng kaca kertas disinari
kertas peka dicelup ke dalam K2C2O7
kertas pekaèkertas peka
dicuci dengan HCl dicuci dengan air
dikeringkan kertas berwarna biru prusi dengan tulisan berwarna hitam.
b) Perlakuan 2
kertas kalkir
dikeringkan di antara dua kertas saring kertas pekaè Kertas kalkir dicelup ke dalam
larutan ü
kertas objek
diletakkan diè Kertas
Objek ditulisi dengan tinta cina ü atas kertas peka dengan posisi
tulisan menghadap lempeng kaca (membelakangi kertas peka) dijepit dengan
lempeng kaca kertas disinari kertas peka
dicuci dengan HClèkertas peka
dicelup ke dalam K2rCr2O7 kertas peka
dikeringkan kertas berwarna biru prusièdicuci dengan air dengan tulisan berwarna biru tua
c) Perlakuan 3
kertas kalkir
dikeringkan di antara dua kertas saring kertas pekaè Kertas kalkir dicelup ke dalam
larutan ü
kertas objek
dikeringkanè Kertas
Objek ditulisi dengan tinta cina ü kertas objek diletakkan di atas
kertas peka dengan posisi tulisan menghadap kertas peka dijepit dengan lempeng
kaca kertas disinari kertas kertas peka
dicuci dengan HCl dicucièpeka dicelup
ke dalam K2Cr2O7 kertas peka
dikeringkan kertas berwarna biru prusi (tidakèdengan air terdapat tulisan pada kertas.
.
G. Pembahasan
Pada percobaan ini, besi (III) yang akan direduksi
berasal dari larutan FeCl3 (besi (III) klorida). Larutan ini kemudian dicampur
dengan larutan diamonium hidrofosfat dan disimpan dalam ruang gelap. Fungsi
penambahan ini adalah untuk memperlambat reaksi reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang
terjadi sangat cepat oleh pengaruh cahaya. Reaksi yang terjadi, yaitu :
FePO4 + HCl +
2NH4ClèFeCl3 +
(NH4)2HPO4
Setelah itu, larutan ditambahkan dengan asam oksalat.
Penambahan asam oksalat ini berfungsi sebagai reduktor yang akan mereduksi Fe3+
menjadi Fe2+ dengan persamaan reaksi :
2FeC2O4 +
2H3PO4 + 2CO2è2FePO4 +
H2C2O4
Fe2+èReduksi : Fe3+ + e
2CO2 + 2eèOksidasi : C2O42-
2Fe2+èReduksi : 2Fe3+ + 2e
2CO2 + 2eèOksidasi : C2O42-
2Fe2+ + 2 CO2è2Fe3+ + C2O42-
Selanjutnya kertas kalkir dicelupkan dalam larutan
tersebut sampai seluruh kertas terendam kemudian kertas dikeluarkan dan
ditempatkan di antara dua kertas saring. Hal ini dilakukan untuk mempercepqat
proses pengeringan karena kertas saring memiliki pori yang lebih besar
disbanding kertas peka sehingga mampu menyerap larutan yang ada pada kertas
peka. Pengeringan tidak dilakukan di bawah sinar matahari karena sinar matahari
akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga akan menyebabkan perpindahan objek
pada proses cetak biru tidak maksimal.
Setelah kering, kemudian digunakan sebagai kertas
peka, kertas peka ini mengandung ion Fe2+ yang merupakan hasil dari proses
reduksi Fe3+ oleh asam oksalat. Selain itu, terdapat pula ion Fe3+ yang belum
bereaksi dengan asam oksalat yang kemudian akan direduksi oleh cahaya menjadi
Fe2+.
Pembuatan objek dilakukan di atas kertas kalkir dengan
menggunakan tinta cina. Tinta cina digunakan karena mempunyai partikel yang
sangat rapat sehingga pemindahan objek dengan bantuan cahaya mudah dilakukan.
Selanjutnya pemindahan dilakukan dengan meletakkan kertas objek di atas kertas
peka lalu dijepit dengan dua lempeng kaca lalu disinari dengan cahaya agar
perpindahan yang terjadi dapat berlangsung sempurna.
Setelah itu, kertas peka dicelupkan ke dalam larutan
ion heksasianoferrat (III). Fungsi ion heksasianoferrrat (III) yaitu untuk
memperjelas tulisan yang ada pada kertas peka yang membentuk kompleks berwarna
biru prusian yang membuktikan adanya ion besi. Kemudian kertas peka dicuci
dengan kalium dikromat yang berfungsi untuk mengikat kotoran-kotoran dari ion
heksasianoferrrat (III) dan juga mengikat kelebihan ion heksasianoferrrat (III)
yang digunakan. Kemudian dicuci lagi dengan HCl yang berfungsi untuk mengikat
kotoran-kotoran yang tidak hilang dari pencucian kalium dikromat. Setelah itu,
dicuci dengan aquadest yang berfungsi untuk menghilangkan ion pengotor yang
tersisa serta kelebihan HCl yang digunakan agar didapatkan hasil yang maksimal.
Setelah itu, kertas dikeringkan. Banyaknya ion Fe3+ yang tereduksi menjadi Fe2+
oleh pengaruh cahaya ditunjukkan oleh kepekatan biru pada kertas.
Reaksi Fe3+ dan ion heksasianoferrrat (III), yaitu :
Fe43[Fe(CN)6]3è4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4-
Reaksi Fe2+ dan ion heksasianoferrrat (III), yaitu :
Fe3[Fe(CN)6]2 +
3K2C2O4è2FeC2O4 +
2K3[Fe(CN)6]
Dalam percobaan ini, dilakukan 3 kali perlakuan dimana
pada perlakuan pertama, kertas objek menghadap ke arah kertas peka; pada
perlakuan kedua kertas objek menghadap ke arah lempeng kaca; pada perlakuan ketiga
kertas objek menghadap ke arah kertas peka dengan tinta cina yang sudah kering.
Perlakuan yang berbeda ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh posisi
dan keadaan tinta cina pada proses pemindahan tulisann ke kertas peka.
Dari hasil yang diperoleh, setelah kertas peka
dikeringkan, pada perlakuan pertama terbentuk tulisan berwarna hitam. Perlakuan
kedua tulisan berwarna biru tua dan pada perlakuan ketiga tidak terdapat
tulisan pada kertas peka. Kepekatan warna dari warna biru yang dihasilkan oleh
tulisan pada kertas menunjukkan banyaknya ion besi yang tereduksi oleh cahaya.
Semakin biru tulisan yang dihasilkan, berarti semakin banyak ion Fe3+ yang
tereduksi menjadi ion Fe2+.
Hasil yang kami peroleh pada percobaan ini kurang
maksimal disebabkan proses pencucian yang kurang baik sehingga pada kertas peka
masih terdapat banyak ion heksasianoferrat (III) sehingga menyebabkan kertas
peka menjadi berwarna biru prusi.
H. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
1) Fe3+ dapat direduksi menjadi Fe2+ dengan bantuan
sinar matahari disebut sebagai fotokimia
2) Reaksi antara ion besi (II) dengan ion
heksasianoferrat (III) menghasilkan warna biru prusi/trumbul
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Fotokimia.
http://id.wikipedia.org/wiki/fotokimia diakses pada 4 Mei 2010.
Atkins. 1997. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat.
Jakarta : Erlangga.
Cotton, Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar.
Jakarta : UI-Press.
Sugiyarto, Kristian. H. 2003. Kimia
Anorganik II. Yogyakarta : UNJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar